Allah telah
menciptakan makhluknya berpasang-pasangan. Ya, begitulah firmanNYA dalam beberapa
ayat dalam Al-Quran. Kita semua harus mempercayai semua itu. Apalagi, itu sudah
tercatat dalam Al-Quran. Salah satu pedoman hidup sebelum Hadist.
Bermula
dari kisah para remaja, yang pastinya semua orang mengetahui apa-apa saja yang
akan terjadi pada usia sekitar itu. Termasuk mulai menyukai lawan jenisnya.
Sifat ini merupakan anugerah Allah yang tak bisa dipungkiri oleh manusia. Tapi,
perlu kita ingat pula bahwa anugerah yang spesial ini bisa dibatasi. Di zaman
yang semakin modern ini, ada banyak hal semakin menggila dan mulai merasuki
gaya hidup para remaja. Sebut saja virus ini adalah PACARAN. Awalnya, aku tak
tega menilai bahwa pacaran dengan sebutan virus. Tapi, memang banyak fakta yang
meyakinkanku untuk menyebutnya virus.
PACARAN.
Apa sih, yang disebut pacaran?
Sebagian
dari para remaja pasti menjawab “ Bertukar kasih, saling mengerti, memahami,
dan lain sebagainya” . Semudah itu jawaban
dari kawan-kawan sekitar.” Apapun jawabannya, aku tak mau tau. Yang jelas, kita
hanya bisa menyukai lawan jenis kita dengan suatu cara yang kebanyakan dari
mereka melampaui batas-batas syariat. “Jika serius, maka persatukan CINTA
dengan janji suci, bukan dengan PACARAN” kataku dalam hati.
Ada
satu istilah dalam dunia remaja saat ini. Yaitu GALAU. Remaja biasanya identik
dengan kegalauan. Lebih parahnya lagi, makna galau disini ialah lebih condong
ke permasalahan cinta. Haduh, ampun deh. Lagi-lagi kata CINTA muncul kembali
dalam kehidupanku.
Sekilas
saja tentang remaja dan gaya hidup cinta yang paling fenomenal untuk akhir
akhir ini. Aku dengan usiaku 20 tahun, mulai dengan kesibukan kuliah. Karena
memang saat itu, aku juga menyandang sebagai mahasiswa di salah satu
Universitas swasta di Surabaya. Kuliah, berorganisasi,latihan bela diri,
mengajar, membantu orang tua di rumah, dan jikalau ada waktu senggang, aku bisa
bertukar cerita dengan kawan-kawan. Ya, hanya itu kesibukanku sehari-hari.
Mungkin tidak ada yang spesial bagi mereka yang menilai tanpa arti. Tetapi
bagiku, dibalik itu semua adalah sangat spesial dan indah. Bagaimana tidak,
hidupku dikelilingi oleh orang-orang yang sangat aku sayangi. Kawan-kawan
kuliah, kawan-kawan organisasi,
murid-muridku yang pandai, rajin, super nakal, dan lucu, para atlet yang
tangguh, sampai harta paling berharga, KELUARGA yang sekian lamanya aku tinggal
dengan alasan mencari ilmu. Aku merasa puas dengan semua yang aku punya dan aku
alami. Serta iringan syukur kepada Allah yang merancang kehidupanku sedemikian
indah. Yang ada di pikiranku saat ini hanyalah masa depan agar bisa
membanggakan kedua orang tua.
Hingga
pada suatu hari, mungkin lebih tepatnya setahun yang lalu. Aku diperkenalkan
dengan seorang pemuda yang dulunya merupakan salah satu murid ibuku. Namanya
Rudi. Umurnya tiga tahun lebih tua dariku. Ibu memberiku sebagian kontak sosial
medianya. Sekilas aku hanya berkenalan dengan orang ini. Tanpa ada niatan
lebih. Dan tak lama kemudian, ia meminta nomor hpku untuk lebih mudah menanyakan
kabar ibuku yang sekaligus guru kasayangannya itu. Ya, tidak lain hanya
menanyakan kabar ibuku. Perlahan demi perlahan, ketika suatu hari ibu
menanyakan aku tentang mas Rudi, aku hanya bisa menjawab “keliahatannya dia
baik”. Hanya kalimat itulah yang aku lontarkan. Kemudian, ada satu pertanyaan
lagi yang membuatku terkaget setengah mati. “Nak, jika nak Rudi ibu dekatkan
dengan kamu? Bagaimana? Kamu mau? “tanya ibu. “Ya Allah ibu, gak usah bercanda
deh” jawabku dengan santai. “Loh, ibu serius nak. Ibu rasa dia orangnya baik
dan insya Allah bisa menjadi calon imammu”. “Ibu, Fikria ini masih muda.dan
belum sempat memikirkan hal itu. Tapi jikalau ibu dan ayah berkehendak untuk
mendekatkan aku dengan mas Rudi, ya silahkan. Insya Allah saya akan terima.
Tapi yang pastinya aku ingin melihat bagaimana kelanjutannya saja. Jika
berjodoh, Alhamdulillah. Jika tidak, mungkin jodohku bukan mas Rudi”. “Iya nak,
Ibu tahu akan hal itu” jawab ibuku lega.
Sejak
percakapan itu, aku mulai bingung. Hati ini belum bisa menerima kenyataan. Kini
pikiranku dipenuhi dengan berjuta pertanyaan. “Apakah mas Rudi sudah tahu akan
hal ini?”, “Apakah mas Rudi setuju?”, dan pertanyaan-pertanyaan yang telah
membuatku resah tak karuan. Tapi, aku selalu ingat bahwa disaat seperti ini
hanya kepada DIAlah aku mengadu dan berkeluh kesah. “Ya Allah, berikan
petunjukMu kepada setiap langkah-langkah kehidupanku. Aku tak mau terlena akan
cinta itu dan terlena dalam kenistaan seperti pasangan-pasangan muda yang kerap
sekali aku temui. Maka dari itu, bimbinglah aku selalu pada jalanMu.....”.
Begitulah potongan doa atas kekhawatiranku setelah pembicaraan serius beberapa
hari yang lalu. Karena aku tahu, ini bukan main-main. Ini adalah hal paling
penting untuk kehidupanku selanjutnya.
Ayam
berkokok, matahari terbit dengan memancarkan sinarnya ke bumi, tanda pagi nan
cerah telah menyambutku. Aku pun tak tahu, kenapa pagi itu terasa berbeda
dengan pagi-pagi sebelumnya. Aku bergegas untuk siap-siap berangkat kuliah.
Putaran waktu yang lewat begitu saja membuatku tak tersadar hingga siang
menjelang.Saatnya aku pulang ke rumah untuk beristirahat menghilangkan semua penat
dalam otak seusai belajar dari kampus.
Sesampaiku
di rumah, aku menaruh motorku ke garasi belakang rumah. Ibu memanggilku dari
ruang tengah. “Nak, sini”. “Iya bu, sebentar” jawabku sambil menanggalakan
sepatu. “Sini, Ibu punya kabar tentang mas Rudi. Dia menjawab bahwa akan
membahagiakan orang tua dalam tujuan paling utama dalam kehidupannya. Masalah
yang ini, dia ingin mencoba menjalaninya terlebih dahulu, jika cocok mungkin
bisa dilanjut.”. Aku hanya bisa menjawabnya dengan perasaan lega. “Iya bu,
Alhamdulillah”. Kemudian disususl dengan “Bismillah ....Semoga ini terbaik”
bisikku dalam hati setelah mendengar jawaban tersebut.
Waktu
semakin berputar dengan cepatnya. Singkat saja, semenjak jawaban yang diberikan
oleh mas Rudi, kami saling berkomunikasi walau hanya lewat sosial media. Isinya
hanya menanyakan kabar, kesibukan tiap harinya, sedikit motivasi maupun
nasehat-nasehat, sampai ucapan ulang tahun dan juga mencuri sedikit waktu untuk
membicarakan masalah hati. Karena kami tidak mau akan cinta yang biasa. Kami ingin
saling mengerti satu sama lain, sehingga bisa menjadi bekal untuk masa yang
akan datang. Insya Allah J
Bulan
itu telah datang, tepat pertengahan awal Januari 2015. Bulan dimana aku
bertatap muka langsung dengan pemuda itu. Awalnya jantungku ini berdetak dengan
cepatnya. Nervous, bingung, plus malu. Bagaimana menghadapi seorang pemuda yang
tidak pernah aku kenal sebelumnya?. Selama perjalananku menuju tempat yang
sudah kami sepakati sebelumya, aku terus berpikir bagaimana aku nantinya ketika
bertatap muka langsung dengan mas Rudi. Aku harus bilang apa? Ini itu, dan lain
sebagainya. Tapi pada akhirnya aku pun bertemu dengan mas Rudi dekat escalator
sambil melambaikan tangan,tanda sapaan untuknya.
Kami
memulai pembicaraan dengan beberapa pertanyaan mengenai kesibukanku pada hari
itu. Dilanjut dengan penjelasan detail apa pekerjaan mas Rudi, kemudian
kuliahku, masalah dalam kehidupan sehari-hari, penyakit yang diderita
masing-masing, dan masih banyak lagi. Ketika itu, aku merasa bukan bertatap
muka dengan orang yang tak pernah aku temui. Bahkan aku merasa, sosok mas Rudi
ialah seperti kerabatku sendiri atau seperti sosok yang amat tidak asing
bagiku. “Entahlah....”pikirku bingung. Percakapan antara kami terus
berlangsung. Hingga tak terasa adzan untuk menunaikan tiga rokaat itu telah berkumandang.
Kami memutuskan untuk pergi ke musholla sebelum pulang. Setelahnya, kami
berjalan menuju pintu keluar sampai ke tempat parkir. Tempat itu adalah tempat
dimana kami berpisah setelah tatap muka untuk yang pertama kalinya. Titipan
salam untuk ibu dan ayah yang ada di rumah dan ucapan “assalamualaikum” sebagai
penutupnya.
Itulah
kisahku dengan seorang pemuda nan baik disana. Semoga hubungan kami berlanjut
dengan lancar. Terima kasih Allah....Engkau memberiku kesempatan tuk merasakan cinta
dengan caraMu. Jika ini takdirMu untukku esok, maka jangan Engkau jauhkan aku
dari cintaMu yang sesungguhnya. Karena aku ingin cinta ini adalah cinta yang
tak lepas dari Ridho akanMu.
To be
continued......
By. goresan_FM
(Fikria Muzakki Aminy)