Sabtu, 06 Juni 2015

Indahnya merasakan Cinta dengan caraMU...



Allah telah menciptakan makhluknya berpasang-pasangan. Ya, begitulah firmanNYA dalam beberapa ayat dalam Al-Quran. Kita semua harus mempercayai semua itu. Apalagi, itu sudah tercatat dalam Al-Quran. Salah satu pedoman hidup sebelum Hadist.
            Bermula dari kisah para remaja, yang pastinya semua orang mengetahui apa-apa saja yang akan terjadi pada usia sekitar itu. Termasuk mulai menyukai lawan jenisnya. Sifat ini merupakan anugerah Allah yang tak bisa dipungkiri oleh manusia. Tapi, perlu kita ingat pula bahwa anugerah yang spesial ini bisa dibatasi. Di zaman yang semakin modern ini, ada banyak hal semakin menggila dan mulai merasuki gaya hidup para remaja. Sebut saja virus ini adalah PACARAN. Awalnya, aku tak tega menilai bahwa pacaran dengan sebutan virus. Tapi, memang banyak fakta yang meyakinkanku untuk menyebutnya virus.
            PACARAN. Apa sih, yang disebut pacaran?
            Sebagian dari para remaja pasti menjawab “ Bertukar kasih, saling mengerti, memahami, dan lain sebagainya” .  Semudah itu jawaban dari kawan-kawan sekitar.” Apapun jawabannya, aku tak mau tau. Yang jelas, kita hanya bisa menyukai lawan jenis kita dengan suatu cara yang kebanyakan dari mereka melampaui batas-batas syariat. “Jika serius, maka persatukan CINTA dengan janji suci, bukan dengan PACARAN” kataku dalam hati.
Ada satu istilah dalam dunia remaja saat ini. Yaitu GALAU. Remaja biasanya identik dengan kegalauan. Lebih parahnya lagi, makna galau disini ialah lebih condong ke permasalahan cinta. Haduh, ampun deh. Lagi-lagi kata CINTA muncul kembali dalam kehidupanku.
Sekilas saja tentang remaja dan gaya hidup cinta yang paling fenomenal untuk akhir akhir ini. Aku dengan usiaku 20 tahun, mulai dengan kesibukan kuliah. Karena memang saat itu, aku juga menyandang sebagai mahasiswa di salah satu Universitas swasta di Surabaya. Kuliah, berorganisasi,latihan bela diri, mengajar, membantu orang tua di rumah, dan jikalau ada waktu senggang, aku bisa bertukar cerita dengan kawan-kawan. Ya, hanya itu kesibukanku sehari-hari. Mungkin tidak ada yang spesial bagi mereka yang menilai tanpa arti. Tetapi bagiku, dibalik itu semua adalah sangat spesial dan indah. Bagaimana tidak, hidupku dikelilingi oleh orang-orang yang sangat aku sayangi. Kawan-kawan kuliah, kawan-kawan  organisasi, murid-muridku yang pandai, rajin, super nakal, dan lucu, para atlet yang tangguh, sampai harta paling berharga, KELUARGA yang sekian lamanya aku tinggal dengan alasan mencari ilmu. Aku merasa puas dengan semua yang aku punya dan aku alami. Serta iringan syukur kepada Allah yang merancang kehidupanku sedemikian indah. Yang ada di pikiranku saat ini hanyalah masa depan agar bisa membanggakan kedua orang tua.
Hingga pada suatu hari, mungkin lebih tepatnya setahun yang lalu. Aku diperkenalkan dengan seorang pemuda yang dulunya merupakan salah satu murid ibuku. Namanya Rudi. Umurnya tiga tahun lebih tua dariku. Ibu memberiku sebagian kontak sosial medianya. Sekilas aku hanya berkenalan dengan orang ini. Tanpa ada niatan lebih. Dan tak lama kemudian, ia meminta nomor hpku untuk lebih mudah menanyakan kabar ibuku yang sekaligus guru kasayangannya itu. Ya, tidak lain hanya menanyakan kabar ibuku. Perlahan demi perlahan, ketika suatu hari ibu menanyakan aku tentang mas Rudi, aku hanya bisa menjawab “keliahatannya dia baik”. Hanya kalimat itulah yang aku lontarkan. Kemudian, ada satu pertanyaan lagi yang membuatku terkaget setengah mati. “Nak, jika nak Rudi ibu dekatkan dengan kamu? Bagaimana? Kamu mau? “tanya ibu. “Ya Allah ibu, gak usah bercanda deh” jawabku dengan santai. “Loh, ibu serius nak. Ibu rasa dia orangnya baik dan insya Allah bisa menjadi calon imammu”. “Ibu, Fikria ini masih muda.dan belum sempat memikirkan hal itu. Tapi jikalau ibu dan ayah berkehendak untuk mendekatkan aku dengan mas Rudi, ya silahkan. Insya Allah saya akan terima. Tapi yang pastinya aku ingin melihat bagaimana kelanjutannya saja. Jika berjodoh, Alhamdulillah. Jika tidak, mungkin jodohku bukan mas Rudi”. “Iya nak, Ibu tahu akan hal itu” jawab ibuku lega.
Sejak percakapan itu, aku mulai bingung. Hati ini belum bisa menerima kenyataan. Kini pikiranku dipenuhi dengan berjuta pertanyaan. “Apakah mas Rudi sudah tahu akan hal ini?”, “Apakah mas Rudi setuju?”, dan pertanyaan-pertanyaan yang telah membuatku resah tak karuan. Tapi, aku selalu ingat bahwa disaat seperti ini hanya kepada DIAlah aku mengadu dan berkeluh kesah. “Ya Allah, berikan petunjukMu kepada setiap langkah-langkah kehidupanku. Aku tak mau terlena akan cinta itu dan terlena dalam kenistaan seperti pasangan-pasangan muda yang kerap sekali aku temui. Maka dari itu, bimbinglah aku selalu pada jalanMu.....”. Begitulah potongan doa atas kekhawatiranku setelah pembicaraan serius beberapa hari yang lalu. Karena aku tahu, ini bukan main-main. Ini adalah hal paling penting untuk kehidupanku selanjutnya.
Ayam berkokok, matahari terbit dengan memancarkan sinarnya ke bumi, tanda pagi nan cerah telah menyambutku. Aku pun tak tahu, kenapa pagi itu terasa berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Aku bergegas untuk siap-siap berangkat kuliah. Putaran waktu yang lewat begitu saja membuatku tak tersadar hingga siang menjelang.Saatnya aku pulang ke rumah untuk beristirahat menghilangkan semua penat dalam otak seusai belajar dari kampus.
Sesampaiku di rumah, aku menaruh motorku ke garasi belakang rumah. Ibu memanggilku dari ruang tengah. “Nak, sini”. “Iya bu, sebentar” jawabku sambil menanggalakan sepatu. “Sini, Ibu punya kabar tentang mas Rudi. Dia menjawab bahwa akan membahagiakan orang tua dalam tujuan paling utama dalam kehidupannya. Masalah yang ini, dia ingin mencoba menjalaninya terlebih dahulu, jika cocok mungkin bisa dilanjut.”. Aku hanya bisa menjawabnya dengan perasaan lega. “Iya bu, Alhamdulillah”. Kemudian disususl dengan “Bismillah ....Semoga ini terbaik” bisikku dalam hati setelah mendengar jawaban tersebut.
Waktu semakin berputar dengan cepatnya. Singkat saja, semenjak jawaban yang diberikan oleh mas Rudi, kami saling berkomunikasi walau hanya lewat sosial media. Isinya hanya menanyakan kabar, kesibukan tiap harinya, sedikit motivasi maupun nasehat-nasehat, sampai ucapan ulang tahun dan juga mencuri sedikit waktu untuk membicarakan masalah hati. Karena kami tidak mau akan cinta yang biasa. Kami ingin saling mengerti satu sama lain, sehingga bisa menjadi bekal untuk masa yang akan datang. Insya Allah J
Bulan itu telah datang, tepat pertengahan awal Januari 2015. Bulan dimana aku bertatap muka langsung dengan pemuda itu. Awalnya jantungku ini berdetak dengan cepatnya. Nervous, bingung, plus malu. Bagaimana menghadapi seorang pemuda yang tidak pernah aku kenal sebelumnya?. Selama perjalananku menuju tempat yang sudah kami sepakati sebelumya, aku terus berpikir bagaimana aku nantinya ketika bertatap muka langsung dengan mas Rudi. Aku harus bilang apa? Ini itu, dan lain sebagainya. Tapi pada akhirnya aku pun bertemu dengan mas Rudi dekat escalator sambil melambaikan tangan,tanda sapaan untuknya. 
Kami memulai pembicaraan dengan beberapa pertanyaan mengenai kesibukanku pada hari itu. Dilanjut dengan penjelasan detail apa pekerjaan mas Rudi, kemudian kuliahku, masalah dalam kehidupan sehari-hari, penyakit yang diderita masing-masing, dan masih banyak lagi. Ketika itu, aku merasa bukan bertatap muka dengan orang yang tak pernah aku temui. Bahkan aku merasa, sosok mas Rudi ialah seperti kerabatku sendiri atau seperti sosok yang amat tidak asing bagiku. “Entahlah....”pikirku bingung. Percakapan antara kami terus berlangsung. Hingga tak terasa adzan untuk menunaikan tiga rokaat itu telah berkumandang. Kami memutuskan untuk pergi ke musholla sebelum pulang. Setelahnya, kami berjalan menuju pintu keluar sampai ke tempat parkir. Tempat itu adalah tempat dimana kami berpisah setelah tatap muka untuk yang pertama kalinya. Titipan salam untuk ibu dan ayah yang ada di rumah dan ucapan “assalamualaikum” sebagai penutupnya.
Itulah kisahku dengan seorang pemuda nan baik disana. Semoga hubungan kami berlanjut dengan lancar. Terima kasih Allah....Engkau memberiku kesempatan tuk merasakan cinta dengan caraMu. Jika ini takdirMu untukku esok, maka jangan Engkau jauhkan aku dari cintaMu yang sesungguhnya. Karena aku ingin cinta ini adalah cinta yang tak lepas dari Ridho akanMu.
                                                                                                               To be continued......
                                                                                                           
                                                                                                         By. goresan_FM    
                                                                                                       (Fikria Muzakki Aminy)